katak panah emas. |
Peribahasa “senjata makan tuan” tak berlaku bagi katak panah emas beracun (Phyllobates terribilis). Katak berwarna emas itu tidak akan mati meski racun alkolid (batrachotoxin) yang dikeluarkan oleh kelenjar kulitnya tidak perlu waktu lama untuk menghabisi nyawa mangsanya.
Katak panah emas memproduksi cukup racun untuk membunuh 10 manusia dewasa. Lalu, jika racun yang berasal dari hasil sintesis makanan itu masuk ke aliran darah manusia, maka waktu yang tersisa untuk hidup hanya 10 menit.
Batrachotoxin bekerja dengan membuka saluran sodium sel saraf, yang secara permanen memblokir transmisi sinyal saraf ke otot hingga membuat otot kejang. Akibatnya, jantung menjadi rentan dan berujung pada gagal jantung.
Para peneliti dari State University of New York mengungkapkan mengapa racun itu tak membunuh pemiliknya. Hasilnya telah dipublikasi dalam Proceeding of the National Academy of Sciences.
Peneliti Sho-Ya Wang dan Ging Kuo Wang menggunakan tikus dalam percobaannya. Mereka menguji lima substansi asam amino alami yang ditemukan dalam otot katak panah emas pada otot tikus. Ketika kelima asam amino pada otot tikus diganti dengan milik kodok, tikus menjadi kebal terhadap batrachotoxin.
Kemudian, para peneliti juga mencoba mensubstitusi asam amino satu per satu. Ternyata, satu-satunya mutasi yang kebal terhadap toksin adalah N1584T, di mana asam amino asparagin diganti dengan asam amino threonine.
Hal ini menunjukkan bahwa layaknya ikan buntal yang juga kebal terhadap racun miliknya, resistensi racun katak panas emas berasal dari mutasi genetik tunggal.
"Hasil kami sangat mendukung kesimpulan bahwa daya tahan otomatis batrachotoxin pada saluran sodium otot P terribilis, terutama disebabkan oleh substitusi rNav1.4-N1584T yang setara, yang menghilangkan hampir semua akibat dari batrachotoxin," kesimpulan penelitian tersebut berbunyi.
“Apakah bentuk mutasi sisanya secara khusus menahan batrachotoxin, seperti peningkatan perlawanan toksin secara bertahap dalam racun katak selama masa evolusi, masih membutuhkan penelitian tambahan,” ujar mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar