SELAMAT DATANG DI PELANGI99 AGENT JUDI TERPERCAYA DAN AMAN ( BONUS ROLLINGAN TERBESAR DAN EXTRA BONUS REFERALL)

Minggu, 10 September 2017

ANTARA JARI DAN BIBIRMU !!




Setelah melakukan relaksasi dengan mengatur nafas perut agar diri kembali ke titik imbang. Aku duduk santai di teras depan sembari menikmati hangat sinar mentari. Kulihat perempuan membuka pagar dengan wajah manis yang ditekuk.

Tumben pagi-pagi sudah di sini?” Tanyaku.

“Lagi malas sama teman kampus” jawab perempuan itu.

“Ya sudah besok ikut aku”

“Ke mana?”

“Melepas rasa malas”



“Bawa baju hangat ya! Perlengakapan lain biar aku yang menyediakan”.

“Ok”.

Aku mulai packing perlengkapan ke dalam tas. Mulai dari tenda, matras, kompor, nesting, sleepingbag, dan kebutuhan perut. Memasukkan perlengkapan ke dalam tas tidak bisa sembarangan karena akan memperberat beban di punggung. Masih tertata rapi dalam bawah sadar pelajaran yang aku terima sekian tahun lalu dari senior bagaimana cara menata barang ke dalam tas. Barang yang ringan harus dimasukkan terlebih dahulu diletakkan paling bawah lalu barang yang berat ada di posisi paling atas. Posisi ditata seperti itu biar beban berat barang tidak menarik badan ke bawah dan memperberat saat berjalan.

PELAJARAN DARI PENATAAN TAS ITU AKU AMATI SEPERTINYA SENIORKU ITU MENGINGATKAN BAHWA DALAM HIDUP ITU HAL YANG RINGAN HARUS DIKERJAKAN TERLEBIH DAHULU KEMUDIAN HAL YANG BERAT AGAR KITA BELAJAR DARI BERBAGAI HAL YANG RINGAN-RINGAN UNTUK MENYELESAIKAN HAL YANG BERAT.

Dini hari sebelum shubuh aku dan beberapa teman membeli buah-buahan ke pasar Mangga Dua. Buah pisang menjadi tujuan utama karena manfaat bagi tubuh langsung terasa dan cenderung mengenyangkan. Setelah selesai belanja, kita langsung menuju ke terminal Bungurasih.

Suasana terminal paling sibuk se Jawa Timur itu tampak selalu ramai dengan kendaraan. Bus antar kota dan antar provinsi terlihat keluar masuk. Tinggal satu teman yang belum sampai. Suara adzan shubuh terdengar dari toa mushalla terminal. Padahal, kita janjian untuk berkumpul di terminal Bungurasih sebelum shubuh.

Sudah sampai mana?” Tanya salah satu teman.

“Masih dalam perjalanan” jawabku

Teman yang ditunggu-tunggu datang dan kita langsung menuju tempat pemberangkatan bus tujuan Probolinggo.

“Kamu paling jauh perjalanan naik bus ke mana?” Tanyaku

“Gak pernah jauh, hanya dalam kota saja”. Jawab perempuan itu.

“Oh, ya sudah dibuat istirahat saja biar badanmu gak terlalu capek.”

Perempuan itu terlihat memejamkan matanya sambil merebahkan kepalanya ke pundakku. Perjalanan ditempuh selama dua jam. Sesampainya di basecamp kita langsung ngurus perijinan.  Pendakian di mulai pukul 15.00 WIB yang seharusnya sudah tidak boleh mendaki dan disarankan untuk menginap di basecamp oleh pengelola. Namun, aku meyakinkan petugas kalau bisa sampai Taman Hidup tidak terlalu malam dan petugas itupun mengijinkan. Sebelum berangkat sempat mendapat cerita dari teman kalau mereka berjalan selama sepuluh jam tidak sampai ke Taman Hidup dan akhirnya mereka balik ke basecamp. Belajar dari cerita itu, aku selalu memperhatikan sekecil apapun tanda jalur karena Argopuro berbeda dengan gunung lain. Selain terkenal dengan trek terpanjang se-Jawa, juga terkenal dengan kehidupan dimensi lain. Argopuro menjadi tantangan tersendiri bagi kita karena harus selalu peka terhadap arah yang akan dilalui. Argopuro berbeda dengan gunung lain yang sudah banyak tanda sebagai arah menuju puncak.

Terlepas dari perkampungan dan mulai memasuki hutan kita melihat ayam hutan yang sangat indah. Bertemu dengan hewan di Argopuro merupakan hal yang istimewa bagi pendaki. Hewan yang sering dijumpai para pendaki biasanya Ayam Hutan, Merak, Rusa, dan lain-lain. Gerimis menemani perjalanan sejak dari basecamp. Pukul 18.00 aku melihat arah panah bertuliskan Taman Hidup. Semangat  mulai bangkit lagi meski sudah 3 jam berjalan.

“Kalau capek bilang ya, jangan sungkan-sungkan.” Kata temanku

“Iya, gampang itu.” Jawab perempuan itu.

“Ya sudah kita berhenti dulu saja.” Kataku

Aku membuka tas tempat makanan ringan.

“Mau makan apa?” Tanyaku, tanpa ditujukan pada salah satu dari mereka.

“Jajan aja deh, buah biar buat besok. Kalau sekarang kita masih seger.” Jawab salah satu dari mereka.

Perempuan itu langsung akrab dengan teman-teman. Obrolannya ngalor-ngidul sambil ketawa cekikikan. Suasana santai yang aku lihat dalam perjalanan kali ini. Setelah istirahat cukup, aku mengajak untuk melanjutkan perjalanan.

Berjalan di malam hari memerlukan energi lebih. Selain senter kepala, harus ada salah satu teman yang memegang senter tangan untuk merespon penerangan apabila terjadi sesuatu. Jam 19.30 cerita teman mulai menghantui pikiran karena tidak ada tanda-tanda kalau perjalanan kita mendekati Taman Hidup. Setelah beberapa lama berjalan tiba-tiba aku melihat arah panah bertuliskan Puncak Argopuro yang berarti kita sudah melewati Taman Hidup.

Bersamaan dengan itu ada suara orang terpeleset dan jatuh. Kita langsung menghampiri perempuan itu yang terlihat meringis kesakitan tanpa menghiraukan hal lain.

“Tanganku sakit” ucap perempuan itu sambil memegang pergelangan tangan kanannya.

“Ya sudah, nanti aku cek kalau sudah sampai di Taman Hidup”. Kataku.

Setelah berembuk, aku memutuskan untuk berkeliling disekitar itu, ternyata ada tulisan Taman Hidup ke arah sebaliknya. Kita kembali ke jalan yang tadi kita lewati dan mengambil arah belok kiri. Beberapa meter kita berjalan ada pendaki lain yang sudah mendirikan tenda dan ada plang bertuliskan Taman Hidup.

Tepat pukul 20.00 WIB kita sampai di Danau Taman Hidup Argopuro. Taman Hidup berada diketinggian 2.080 mdpl. Jarak dari Base Camp Bremi bisa ditempuh 5-6 jam.

Rembulan bercahaya dengan sempurna dengan warna keperak-perakan yang dipantulkan oleh permukaan danau Taman Hidup. Cuaca cerah, angin berhembus menyapa daun telinga dengan lembut, dan bunyi belalang dari sekitar membuat suasana semakin akrab. Tenda para pendaki berjejer tidak beraturan berwarna-warni. Kita semua duduk di depan tenda menikmati suasana Taman Hidup yang terkenal dengan aura mistis. Saat santai menikmati suasana seperti ini, kita biasa membahas hal yang ringan-ringan sampai hal yang penting diantara kita. Suasana seperti ini yang sering dirindukan saat lama tidak mendaki.

“Sejak kapan kamu suka mendaki?” Tanya perempuan itu.

“Aku gak suka mendaki.” Jawabku

“Kalo gak suka, kenapa sering mendaki?”

“Kata siapa?”

“Aku lihat foto-foto di media sosial milik kamu, kebanyakan foto di atas gunung.”

“Cieee, diam-diam ternyata suka cari tahu ya?” Sindirku sambil ngejek.

Muka perempuan itu memerah tersipu sesaat karena keceplosan telah mencari tahu banyak tentangku dari akun media sosial yang kumiliki.

“Aku itu gak suka mendaki, tapi aku butuh mendaki. Mendaki mengajarkanku banyak hal. Mendaki secara fisik mengajari aku pentingnya berjalan, pentingnya menikmati sebuah proses untuk sampai pada tujuan dan tidak berpikir instan dalam segala hal. Semakin aku berjalan, semakin aku menyadari bahwa tujuanku bukan jauh di sana, justru di sini dan diri inilah tujuanku.” Jawabku sambil mengarahkan ibu jari pada badanku.

“Terus, kenapa tadi saat aku minta suap kamu gak mau pakai sendok?”

Pertanyaan perempuan itu mulai mengarah pada perasaan yang dia bawa sejak aku ajak ke cafe waktu itu.
AKU SUAPIN KAMU DENGAN TANGANKU SENDIRI BIAR JARI-JEMARIKU BISA MENYENTUH BIBIRMU. TIDAK ADA HAL YANG LEBIH MENYENANGKAN DI DUNIA INI MELEBIHI BERSENTUHAN DENGAN BIBIR SEORANG PEREMPUAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

10 Polwan Cantik Cabuti Paku di Pohon Pinggir Jalan Solo !! wauuw !!

Menjelang Hari Pohon Sedunia, 10 polisi wanita cantik Polresta Surakarta melakukan aksi menarik di Jalan Menteri Supeno, Manahan, Kot...